0

A Busy Weekand


Minggu yang melelahkan………..bukan lelah di setiap 7 hari yang dimilikinya tapi 2 hari yang melelahkan tepat di saat weekand dan menghasilkan sebentuk penyakit yang kemudian bercokol di dalam tubuhku – FLU – tapi ini minggu melelahkan yang berlimpah manfaat. Sabtu – minggu, saat semua orang tengah menikmati hari libur mereka sambil ongkang-ongkang kaki di rumah, aku bergelut dengan 2 buah agenda keluar rumah, sebuah seminar di hari sabtu dan minggu serta pelatihan di hari minggu. Sebelum agenda ini minta dituntaskan, aku sempat berbicara dengan sahabatku sekedar menanyakan apakah dia akan mengikuti pelatihan yang akan di laksanakan di salah satu hotel itu. namun, ia berkata “saya selalu tidak ingin jika hari minggu saya di ganggu.” Ehm…..itu berarti dia tidak akan datang, kan!!!!

Namun, buatku hari minggu di ganggu!!!, tidak cukup menganggu kok karena di 5 hari selain 2 weekand ini sebenarnya aku sudah cukup menikmati waktu libur yang berada di bolong-bolongan a.k.a waktu kosong antara kegiatan dan kuliah. Akhirnya hari sabtu pagi tepatnya pukul 07.00 am a.k.a WITA, aku melajukan si biru menuju ke sebuah gedung milik salah satu universitas swasta di Makassar untuk mengikuti sebuah Seminar Enterpreneurship by Mas Ippho Santosa. 07.05 kiranya aku melabuhkan kendaraanku disana beserta seorang boncenganku yang tidak lain adik sepupuku sendiri dan SEPI……..orangnya masih dikit, registrasi belum di buka dannn……..aku akhirnya duduk berjongkok di samping gedung, MENUNGGU.

Setelah merasakan sedikit percikan langit yang jatuh pagi itu, akhirnya aku masuk ke dalam gedung yang dingin itu. dahsyatnya AC + derail hujan, melengkapi sesi freezer mode on ruangan itu. Setelah acara seminar yang menyenangkan, penuh manfaat, memberi inspirasi, dan cukup membuat otakku sesak karena berbagai rencana yang tiba-tiba menjelma menjadi sebuah alur 3 dimensi itu, selesai….aku mengambil sertifikat di antara kerumunan orang yang luar biasa sesak di pintu masuk.

Hujan kembali menerjang, aku ingat adikku sendirian di rumah...ehm, nekat saja ku terjang hujan siang pukul 01.05 itu. DINGIN,……kayaknya jas hujanku nggak berguna yach!!!. Seandainya saja ada orang yang berinisiatif membuat sebuah jas hujan yang bukan hanya berbentuk celana dan baju saja tapi juga berbentuk rok dan baju, karena bagi wanita muslimah seperti saya nggak mungkin beli jas hujan plus celana itu…..wong saya pake rok kok!! Andai saya tahu bagaimana caranya bikin jas hujan pasti sudah saya realisasikan ide saya ini lumayan jadi objek bisnis yang menguntungkan.

Setelah melewati 17 jam untuk makan, nonton, makan lagi, nonton lagi, tidur sampe pagi akhirnya 1 hari weekand dating menyapa. Hari minggu, pelatihan shalat khusyu’ oleh Ustad Abdul Aziz (Team Abu Sangkan) di sebuah hotel harus ku lakoni. Hujan menerjang dengan hebat, aku, adikku, dan sepupuku kelimpungan…..tidak tahu harus bagaimana di tengah derasnya hujan. Tapi kami kemudian bersiap-siap setelah mengambil sebuah keputusan akhirnya menggunakan taksi dengan modal patungan. Cukup basah, saat kami bertiga sampai di hotel itu. ternyata 1/3 dari peserta sudah berdatangan, Subhanallah ternyata hujan tidak menjadikan langkah kaki mereka terhambat. Kami melakukan registrasi kemudian mengambil air wudhu yang di sambut dengan antrian panjang di toilet hotel itu. Suasana pelatihan kami lalui dengan tawa, perenungan, berbagai gerakan, tawa lagi, tangisan, tawa lagi, dan tangisan lagi.

Pelatihan berakhir jam 07.00 pm, tepat saat aku mendengar kabar undangan seminar Ippho Santosa khusus pengaktifan otak kanan dan kreativitas di sebuah hotel. Setelah menyentuh rumah, mandi, dan makan malam, aku dan sepupuku kembali menerjang dinginnya malam menuju sebuah hotel. Walaupun dengan mata yang bengkak + kepala yang mulai nyut-nyutan karena kebanyakan nangis kami tetap memenuhi undangan gratis dari salah seorang teman. Namun aku tidak bisa menyelesaikan seminar itu hingga tuntas karena rasa sakit kepala yang mendera, ngantuk, dan kekhawatiranku pada adikku yang sendirian di rumah. Aku pulang pukul 10.15 pm dan meninggalkan 45 menit sisa seminar itu. Setidaknya di serentetan libur sibuk ini, aku mendapatkan serentetan manfaat juga.

Seminar enterpreneurship:
Aku belajar mengaktifkan kembali otak kanan dan kreativitasku, berusaha kembali menjadi pengusaha yang sebelumnya sempat terkubur karena rencana yang tidak terealisasi, dan aku tahu bahwa sepatutnya aku mematuti salah satu kegiatan Rasulullah itu: BERDAGANG.

Pelatihan shalat khusyuk:
Sebuah pelajaran berharga saat aku akhirnya mengenal Dia, menjawab semua pertanyaan yang selalu terlontar apakah dia laki-laki atau perempuan jawabannya dia adalah Dzat, Dzat yang maha sempurna. Dan aku sangat bersyukur karena dari pelatihan ini aku telah mencoba lebih menikmati salah satu aktivitas ibadahku ini dan mengenal siapa penciptaku sebelum aku menghadap padaNya.
1

PARKIR oh......parkir


Punya kendaraan di kota besar seperti Makassar sih emang enak, aksesnya gampang mau kemana aja, ayo! Daripada harus kembali lagi mengandalkan pete-pete dengan kode nomer yang bejibun itu [terus terang sampe sekarang aku tidak bisa hafal rutenya, puyeng euy…..]. tapi tidak ada kenyamanan yang tidak berdampingan dengan kesulitan. Walaupun kecil namun kalo harus kembali ku kalkulasi mulai dari empat tahun yang lalu, waduh….mungkin aku udah bisa beli laptop baru plus modemnya. Ya…..itulah risiko bikers harus tahan dengan keharusan mengeluarkan uang sekian rupiah untuk PARKIR.

Entah kenapa, saat ini kayaknya di setiap sudut kota Makassar tidak pernah luput dari serangan profesi ini – tukang parkir – huff…..
Setiap toko, baik itu kecil ataupun besar, pasti sudah punya fasilitas parkirnya. Apakah memang di kota besar seperti ini tidak ada lagi tempat yang gratis selain parkir di depan rumah kita sendiri. Dulu, tukang parkir hanya mencoba peruntungan mereka di tempat-tempat yang memang ramai dikunjungi orang, misalnya Mall, pasar, dll, karena memang fungsi mereka di butuhkan disana, agar kita sebagai pelanggan tempat besar itu bisa menikmati hembusan semilir angin dari alat elektronik bernama AC tanpa khawatir motor kita di gondola orang yang tak bertanggung jawab. Tapi, sekarang tidak lagi seperti itu. Tukang parkir sudah benar-benar ada di setiap sudut kota.

Bayangkan saja, masa di tempat penjual bubur gerobak saja ada tukang parkirnya segala, padahal jelas-jelas motor yang kita parkir ada di depan mata dan tidak mungkin di ambil orang tanpa sepengetahuan kita.

Benar-benar keterlaluan!!!

Kalo di depan Mall, tukang parkirnya benar-benar menjaga dengan baik, atur dengan baik, dan emang di perlukan, untuk itu sangatlah jelas kalo aku akan sangat ikhlas memberikan beberapa rupiah atas jasa mereka. Tapi kalo parkirnya cuma sekian menit, untuk antri bubur yang lagi di buatin sama mas-masnya masa harus bayar juga…….emangnya jasa yang mereka berikan padaku apa? Tidak ada kan!!!
Aku Cuma numpang memarkir motor biruku di areanya tapi juga bukan tanahnya tapi tanah sebuah rumah sakit. Atau sekarang setiap tukang parkir telah memiliki tanah itu, sehingga siapa saja yang menyentuh tanah itu harus bayar….waduh repot dong!!!!

Kejadian lebih menyebalkan terjadi padaku malam ini, aku memaksakan diri keluar di tengah dingin yang mendera petang itu untuk mengembalikan kaset film yang telah jatuh tempo pengembaliannya. Aku memarkir motorku di depan toko itu. Trus sang tukang parkir dengan wajah garang, kepala botak, tanpa seragam tukang parkir berkata:

“Kasi naik, kasi naik!”

Saya menjawab:

“Cuma sebentar kok pak, cuma mau kembalikan ini (sambil menunjukkan dua keping CD di tanganku)”

Sang tukang parkir berteriak lagi:

“Jangan kunci leher.”

Saya yang sudah meninggalkan motorku kembali berkata:

“Cuma sebentar, pak.”

Kan aku Cuma sebentar masa harus kembali lagi ke motor untuk melepaskan kunci lehernya padahal beberapa detik kemudian aku pasti sudah keluar dari rental itu.
Dengan muka menyebalkan, si bapak-bapak itu mengomel-ngomel, namun aku meninggalkannya segera. Setelah memberikan kaset yang aku pinjam pada penjaga rental, aku segera keluar dari toko video rental itu. Dan coba tebak, sang tukang parkir itu masih mengomel-ngomel dengan kasar padaku. Akhirnya, karena jengkel aku tidak memberinya sepeser uang pun. Benar-benar menyebalkan…..
Seandainya dia mau sedikit saja bersikap sopan, mungki aku tidak akan segan-segan memberikannya uang walaupun sebenarnya dia tidak memberi sedikitpun jasa padaku karena aku bisa melihat dengan jelas motorku yang terparkir di balik jendela transparan toko itu, tapi karena sikapnya yang super annoying itu membuatku muak….benar-benar muak.

Saya harap dengan postingan ini, jika kira-kira ada tukang parkir yang melek teknologi dan kemudian membacanya, saya harap janganlah menyiksa para pemilik kendaraan jika Anda merasa Anda tidak memberikan kontribusi apapun untuk kami. Kami akan membayar dengan senang hati, jika Anda memang memiliki jasa untuk di nilai dengan uang.
3

Meninggalkan Jejak


Tapi, aku tidak boleh menyerah. Aku harus melakukan hal terbaik yang bisa ku lakukan. Dan, ku pikir, aku bisa menulis. Membagi perasaan dan gagasanku, mendokumentasikannya, dan membuat semua orang tahu. Itulah kesadaran sejarah.
[Fadh Djibran]

Terkadang orang mengatakan apa gunanya kamu menulis kalau tidak ada yang membacanya. Sempat terpikirkan olehku, jika menulis di buku atau blog pribadi haruslah tentang apa yang orang sukai agar orang itu mau membacanya. Ada banyak advice yang ku terima, agar menuliskan sesuatu yang selalu di cari orang dalam search engine. Itu semua agar blogku ramai dikunjungi orang, aku sempat terprovokasi menuliskan sesuatu seperti yang diinginkan orang.

Hasilnya memang benar dan ramai dikunjungi orang, tapi lantas apa yang ku dapatkan?

Sekian lama aku tidak menjamah blogku lagi, menelantarkannya, bahkan sekarang telah menghapusnya. Memang arti menulis adalah untuk kemudian di baca oleh orang lain. Tapi sebuah advice yang telah memprovokasiku, sejatinya telah menjauhkan aku dari tujuan dan alasan mengapa aku menulis.

Sekarang aku kembali menulis, walaupun terkadang sedih karena pembacanya yang kurang. Tapi, aku menyadari bahwa aku menulis karena aku ingin merefleksikan diriku. Tidak perlu banyak yang membacanya asalkan orang yang kemudian membacanya nanti juga membaca jejakku, mengenaliku, memahamiku seperti bagaimana aku menuliskannya. Cukup dengan menulis, ada yangmembaca ataupun tidak, yang jelas aku telah menitipkan jejak langkahku saat nafas masih memenuhiku.

Kelak tulisan itu akan menjadi warisan untuk anak dan cucuku nanti – tidak berharga dalam nilai ekonomis, memang – tapi setidaknya aku dapat bercerita pada mereka dan mereka dapat mengenali wanita biasa yang meninggalkan jejaknya ini.
2

Bangunan Kotak Penuh Kenangan_Review buku "Curhat Setan" #2

Apa yang kau maknai tentang rumah? Sebuah titik tolak dan titik kembali. Bangunan yang bukan hanya ruang berdinding empat dengan jendela-jendela dan pintu-pintu. Rumah adalah sebuah tempat dimana segala kenangan tertanam, segala doa tercurah, segala harapan bertumbuh, dan rasa rindu harus dituntaskan di sana. Sebuah tempat dimana kau bisa menemukan dirimu sendiri kembali menjadi anak kecil yang manja, kakak yang jail, atau adik yang penuh rasa ingin tahu berlebihan. Sebuah tempat yang dihuni orang-orang yang bisa melihatmu sebagai dirimu sendiri, apa adanya.

[Fadh Djibran - “Pulang” Curhat Setan: hlmn 96. Sebuah buku
terbitan GagasMedia dan blog: http://blog.gagasmedia.net/]

Sebuah catatan yang kemudian membuatku menarik nafas panjang, kisah tentang rumah. Saat aku membacanya, sebuah replika bangunan kotak tergambar di otakku, membuatku meneteskan airmata. Sebuah bangunan kotak dengan hiasan bunga kecil di depannya.

Rumahku….

Aku ingat saat aku akhirnya pulang setelah dua tahun tidak menyambanginya. Kesibukanku mungkin, kesempatanku mungkin, alasan mengapa aku tidak pernah menyentuh kembali bangunan kotak penuh kenangan itu selama dua tahun terakhir. Rumah yang menaungiku sejak aku masih suka main tanah sampai saat aku telah mampu bepergian dan mengurusi diriku sendiri. Aku memasukinya dan seperti kembali menyelami masa saat aku benar-benar bisa tertawa lepas. Setiap sudutnya memiliki kenangan. Sofa di teras rumah yang mengisahkan semua khayalanku, lompatan pikiranku di sore atau malam hari saat aku menatap langit di atas sana. Bahkan sebuah pohon mangga di depan rumah pun bisa bertutur tentang kenangan saat malam mulai menenggelami matahari dan membuatku berdiri – rela – di gerogoti nyamuk hanya untuk berbicara dengan seseorang di balik telepon genggam tanpa di ketahui orangtuaku. Namun, Ibu tahu, ia tahu hari itu anak gadisnya telah mengalami puber. Ehm, anakku sudah kasmaran rupanya: itu kalimat yang disampaikannya pada adikku yang melapor kalau aku tengah berada di bawah pohon mangga berbicara sambil berbisik-bisik dengan seseorang. Sebuah kalimat yang membuatku tersenyum malu.

Ibu selalu saja tahu…

Aku memperhatikan dua wajah orang dewasa dengan kulit yang mulai mengerut dan dengan rambut yang mulai memutih, dua wajah orang dewasa yang dulu begitu mempesona. Mereka menatapku sambil tersenyum, suasana haru seketia menyeruak di ruangan itu. Tatapan mata mereka yang lelah melewati hari terlihat begitu bening, begitu bercahaya, sampai aku tidak ingin melepaskan tatapan mata itu. Sebuah ciuman kecil di dahiku seolah mengobati sebuah kawah kerinduan di hatiku. Rumah itu memiliki aromanya tersendiri. Aroma yang berbeda, nuansa yang berbeda, dan mungkin karena kondisi yang berbeda.

Aku memasuki kamar yang tidak berubah, masih menunjukkan ciri khasku. Membuka satu persatu barang-barang saat aku masih memakai seragam dulu. Buku-buku pelajaranku yang mulai kusam dengan bau khasnya, catatan-catatanku, papan nama yang dulu terpasang dengan kadang sedikit miring di baju seragamku, buku diari, dan kumpulan surat-surat dari keluarga dan sahabatku. Aku membacanya kembali, membaca setiap kisah yang pernah ku lalui.

Mungkin rutinitas dan kesibukan telah membuatku sejenak melupakan bangunan kotak itu, tapi aku pasti akan tetap merindukan dekapan yang biasa aku terima di sana. Tubuh Ibu yang beraroma balsem karena sudah mulai sakit-sakitan, setiap tawa kecil saat Ayah menggelitikku agar ku terbangun dari tidur di pagi itu, senda gurau bahkan keegoisan seorang kakak, pertengkaran kecil dan pelukan perdamaian antara aku dan adikku. Semua terjadi di sebuah bangunan kotak penuh makna dan kenangan, sebuah bangunan yang selalu berbisik lirih memanggilku pulang.

Mengapa aku menyukai buku ini:
Karena aku merasakan sensasi, bukan hanya badai pemikiran seperti yang diungkapkan penulisnya tapi juga badai perasaan yang menenggelamkanku di balik setiap cerita di bawah guyuran hujan sore itu.
“Sebuah buku yang selalu memintaku untuk berhenti sejenak, meminta jeda……
Memmbacanya membuatku berada dalam sebuah ruangan dimana disekelilingku terdapat kunang-kunang yang mewakili masing-masing satu hal. Beribu kunang-kunang yang mewakili masa lalu, cinta, keluarga, agama dan pikiran. Mereka berputar mengelilingiku, membuat jantungku berdebar dan sebuah atmosfir aneh menyusup diseluruh tubuhku.
Dan, aku terdiam.”



Download book soundtrack “Curhat Setan” by BFDF disini
0

Alasan-jawaban mengapa_Review buku "Curhat Setan" #1

Sebuah alasan seperti sebuah bunyi peluit panjang……….

Mengapa hidup perlu alasan? Setidaknya, agar kita tahu dari mana segala keputusan dan gagasan bermula, dan untuk apa semua itu ditujukan. Agar kita tidak seperti robot, hidup tanpa alasan; hanya menjalankan tugas-tugas, rutinitas, lalu sudah. Seperti robot, hidup tanpa kesadaran. Setidaknya, alasan membantu kita hidup dengan penuh kesadaran.

[Fadh Djibran - “Alasan” Curhat Setan: hlmn 20. Sebuah buku
terbitan GagasMedia dan blog: http://blog.gagasmedia.net/]

Sebuah catatan yang membuatku menyadari bahwa selalu ada alasan di balik setiap tindakan. Mungkin selama ini memang keberadaannya di ketahui secara jelas tapi tentu sebagian orang tidak merenungkannya kembali – seperti aku. Ya…….selama ini aku mengira bunyi peluit hidup kita adalah sebuah peringatan, mungkin memang begitu. Tapi, ada defenisi lain dari bunyi peluit hidup yaitu alasan. Hidup memang harus di sadari oleh alasan, terkadang pertanyaan mendasar seperti mengapa aku hidup? Masih begitu sulit menemukan jawabannya.

Namun, apakah pertanyaan sederhana yang tidak ku ketahui jawabannya itu lantas membuatku menjadi robot?

Tidak, aku tidak ingin menjadi robot, aku jelas berbeda dengan mereka.

Untuk itu aku mencoba bertanya dengan “mengapa” untuk setiap aspek hidupku tidak perlu terbatas pada lima pertanyaan karena aku tahu au mungkin membutuhkan lebih atau kurang dari ketetapan itu.

Kuliah di Fakultas Psikologi
Mengapa aku memilih kuliah disana? Tidak perlu munafik, awalnya karena di jurusan itulah aku lulus. Namun jawaban lain segera ku temukan dalam hidupku karena aku tahu tidak ada yang kebetulan di dunia ini semuanya sudah diatur. Dan, jawaban mengapa aku memilih kuliah di fakultas psikologi? Karena aku ingin memahami diri orang lain, memahami diri keluargaku dan yang paling sederhana adalah memahami bagaimana diriku dan mengapa aku berperilaku. Mengapa aku ingin memahami orang lain, keluargaku, dan diriku? Karena aku ingin tahu bagaimana harus menghadapi mereka dan diriku sendiri dan bagaimana mengerti apa yang mereka lakukan dan apa yang ku lakukan. Mengapa aku harus tahu bagaimana menghadapi mereka dan diriku? Karena dengan begitu aku bisa menjalani hidup dengan lebih baik, menerima hidupku dengan lebih baik, menerima diri orang lain dengan lebih baik, tidak lantas menyalahkan mereka atas apa yang mereka lakukan tapi dari apa yang melatarbelakangi mereka melakukannya. Mengapa aku ingin menerima hidupku dan hidup orang lain dengan cara yang lebih baik? Karena dengan begitu aku menyelamatkan diriku sendiri dari berbagai banyak pemikiran dan prasangka dalam hati dan pikiranku. Mengapa aku ingin menyelamatkan hidupku? Karena sejatinya setiap orang ingin hidup bahagia dengan segala kondisinya dan situasi yang mengharuskannya berdampingan dengan orang lain.

Menulis
Mengapa aku menulis? Karena aku merasa harus menuangkan setiap gagasan, pemikiran, dan perasaanku dalam sebuah tulisan, tulisan yang akan mengantarkanku kembali pada kealpaan atau kebenaran pemikiranku jika aku membacanya [lagi] serta untuk meninggalkan jejak setiap perjalanan hidupku untuk orang lain atau mungkin hanya untukku sendiri. Mengapa aku harus menuangkan setiap gagasan, pemikiran, dan perasaanku dan mengapa harus meninggalkan jejak? Karena dengan begitu aku menjadi lebih nyaman dan lebih lega karena berbagai hal yang berkecamuk dalam rongga kecil otakku telah ku bagi dalam secarik kertas atau selembar kertas digital di laptopku, dan setidaknya dengan tulisan, aku akan lebih mengenal hidupku – dulu – dan orang lain mungkin juga bisa mengenal dan memahamiku dari tulisanku. Mengapa aku harus merasa nyaman dan lega serta memahami dan dipahami? Karena setiap manusia mencari sebuah kenyamanan dengan bagaimana dan apapun caranya.

Meneliti
Mengapa aku ingin menjadi peneliti? Sebuah jawaban umum, karena terlalu banyak pertanyaan dalam benakku serta sebagai tambahan khasanah ilmu pengetahuan, dan sebuah jawaban khusus, karena aku telah berkenalan dengan penelitian dan karya tulis saat aku duduk di kelas 2 SMA dan menggelutinya kembali di organisasi Lembaga Penelitian di kampusku yang kemudian membuatku tidak harus dan tidak perlu berhenti dari dunia yang mulai menggerogoti sebagian otakku ini. Mengapa terlalu banyak pertanyaan dan untuk apa menambah khasanah ilmu pengetahuan? Karena terlalu banyak misteri yang perlu menemukan jawabannya sendiri dan dari jawaban itu maka semakin banyak hal yang dapat di mengerti oleh manusia yang dengan sendirinya semua jawaban itu akan mengarah pada kedahsyatan Allah SWT menciptakan semuanya, semua hal yang begitu rumit untuk ukuran manusia.

Jumlah “mengapa” dan jawabannya mungkin akan terus berbeda dan bertambah seiring dengan bertambahnya umur dan pengalamanku. Yang ku tahu kini, aku punya alasan untuk setiap aspek hidupku dan rasanya aku perlu untuk kembali merenungkan alasan itu agar kelak aku benar-benar bisa melakukan yang terbaik untuk setiap bunyi peluit hidupku.

Mengapa aku menyukai buku ini:
Karena aku merasakan sensasi, bukan hanya badai pemikiran seperti yang diungkapkan penulisnya tapi juga badai perasaan yang menenggelamkanku di balik setiap cerita di bawah guyuran hujan sore itu.
“Sebuah buku yang selalu memintaku untuk berhenti sejenak, meminta jeda……
Memmbacanya membuatku berada dalam sebuah ruangan dimana disekelilingku terdapat kunang-kunang yang mewakili masing-masing satu hal. Beribu kunang-kunang yang mewakili masa lalu, cinta, keluarga, agama dan pikiran. Mereka berputar mengelilingiku, membuat jantungku berdebar dan sebuah atmosfir aneh menyusup diseluruh tubuhku.
Dan, aku terdiam.”





Download book soundtrack “Curhat Setan” by BFDF disini

0

Etika dan Teori Kepribadian yang mendukungnya


A. Pemahaman tentang Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Hal ini di butuhkan untuk menjaga kepentingan individu yang terlibat agar terlindung dari bentuk-bentuk yang merugikan kepentingannya. Aturan atau pedoman yang dibutuhkan di sebut etika. Etika yang juga lazim di sebut etik berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia. (Rusman, 2009)
Dalam Rusman (2009), pengertian tentang etika di jabarkan oleh beberapa ahli, yaitu:
1. Menurut Simorangkir, etika adalah pandangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
2. Gajalba menyatakan etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia di pandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat di tentukan oleh akal.
3. Burhanuddin menyatakan bahwa etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku manusai dalam hidupnya.
Menurut Rusman (2009), secara umum etika di bagi dua, yaitu:
1. Etika umum, dimana berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusanetis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusa dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.
2. Etika khusus, dimana merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan khusus. Penerapan ini dapat berwujud pada proses pengambilan keputusan dan bertindak dalam kehidupan, menilai perilaku diri dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang di latarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis. Etika khusus di bagi lagi menjadi da bagian, yaitu:
a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b. Etika sosial, yaitu menyangkut kewajiban, sikap, dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa etika adalah norma, nilai, dan ajaran moral yang mengatur bagaimana individu bertindak secara etis dan berinteraksi dengan individu lain agar tidak saling merugikan antara satu dengan yang lainnya.

B. Teori Kepribadian yang mendukung Pemahaman tentang Etika
Teori kepribadian yang mendukung pemahaman tentang etika adalah teori kepribadian yang di kemukakan oleh Alfred Adler. Etika adalah bagaimana seseorang berdikap etis dalam lingkungannya atau interaksinya dengan orang lain. Menurut Adler, masalah dalam kehidupan selalu bersifat social. Fungsi yang sehat adalah dengan merasakan kebersamaan dengan orang lain dan mempedulikan kesejahteraan mereka. Adler menganggap kepekaan sosial diperoleh dari bawaan sejak lahir dan dengan cara di pelajari. Kepekaan sosial di dasarkan pada sifat-sifat bawaan dan dikembangkan lebih lanjut agar tetap bertahan (Alwisol, 2007).
Alwisol (2007) menyatakan bahwa di dalam diri manusia terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatarbelakangi segala tingkah lakunya, yaitu:
1. Dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bertindak mengabdi kepada masyarakat.
2. Doronga keakuan, yang mendorong manusai bertindak mengabdi kepada diri sendiri.
Dalam interaksi social dan penerapan etika, individu harus memperhatikan social interest. Social interest merupakan bentuk kepedulian atas kesejahteraan orang lain yang berkelanjutan sepanjang kehidupan untuk mengarahkan perilaku seseorang. Minat social memungkinkan seseorang untuk berjuang mencapai superior dengan cara yang sehat dan kurangnya minta social tersebut dapat mengarahkan pada fungsi maladaptive (Ramadhani, 2008). Semua kegagalan di sebabkan kurangnya minat social seseorang dalam mengatasi masalah pekerjaan, persahabatan dan tanpa memiliki keyakinan bahwa hal tersebut dapat diselesaikan dengan cara kerja sama. Kesempurnaan dalam hidup manusia harus mempertimbangkan lingkungan sosialnya (Boeree, 2006). Oleh karena itu, untuk mencapai kesempurnaan tersebut manusia harus bersikap etis terhadap lingkungannya.

Referensi:
Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM.
Boeree, George. 2006. Personality Theories: Alfred Adler (Online). (http://www.psychweb.com/2007/03/976/alfred-adler-html, diakses pada 5 Oktober 2009).
Ramadhani, AV. 2008. Teori Alfred Adler (Online). (http://aryaverdiramadhani.blogspot.com/2008/05/vj28v2008-teori-alfred-adler.html, diakses pada 5 Oktober 2009).
Rusman, D. 2009. Pemahaman tentang Etika (Online). (http://dedid4.blogspot.com/2009/03/pemahaman-etika.html, diakses pada 5 Oktober 2009).
0

Hujan




Dulu aku tidak pernah bisa memaknainya, hujan hanya sebagai sebuah musim, sebuah titik-titik air yang turun dari langit, sebuah musim yang bisa mengakibatkan banjir, sebuah musim yang memaksa kita menggunakan salah satu dari property yang sekian bulan masuk di dalam kategori tumpukan barang dalam gudang-payung.

Tapi, hari itu hujan bukan lagi sekedar hujan

Ia menetes menyentuh permukaan kulitku yang tidak tertutupi jas hujan. Memberi sensasi dingin yang berbeda. Sangat segar, itu yang ada dalam benakku. Aku terus mengitari kota walaupun sebenarnya jarak rumahku sudah sangat dekat, namun hujan memberi sebuah suasana berbeda sore itu. Menyenangkan ya……..itu kata yang kembali terbersit dari otak dan hatiku.

Hari itu, hujan telah menjadi berbeda bagiku……
Hujan menjadi sebuah musim yang indah, dengan selimut dinginnya aku tahu….
ia mampu menyatukan sebuah keluarga di sudut rumah sambil berbagi cerita dan kehangatan,
ia mampu membuat seorang gadis tersenyum di balik aliran air di jendelanya walau suasana hatinya begitu kelam,
ia mampu membuat seorang pengendara berhenti sejenak di tepi jalan kemudian memperhatikan seorang pria tua di sudut toko yang terdiam sendiri di jalan yang selama ini di laluinya,
ia mampu membuat seseorang tertahan di suatu tempat sehingga dia akhirnya tidak melewatkan suatu moment yang kelak akan menjadi moment terpenting dalam hidupnya,
ia mampu membuat seorang ibu memeluk erat bayinya yang kedinginan,
ia mampu membuat seorang pasangan mencairkan dinding beku dalam hatinya dan berbagi kasih sayang,
dan
ia mampu membuat aku melayang menikmati sensasi bau tanah basah yang ditimbulkannya.

Hujan adalah sebuah sensasi dan musim yang indah jika engkau ingin sejenak merenunginya. Aku jadi terpikir, akan sangat indah jika suatu saat nanti aku bisa menamai buah hatiku-hujan.
0

Sang Penikmat Kegetiran

Bukan orang lain yang salah
Bukan keadaan yang salah
Bukan lingkungan yang tidak sesuai
Bukan apa-apa
Gadis itu yang salah
Dirinya yang tidak benar
Terus menyalahkan yang lain
Terus menyalahkan keadaan
Sedang
Dia senang menikmati kegetiran
Sang gadis penikmat kegetiran
0

HeartBreak Tips


1 December 2009

Patah hati adalah sebuah moment yang hampir di alami oleh setiap manusia baik itu setelah memiliki hubungan atau bahkan sebelum memiliki hubungan atau ikatan apa-apa.

Pernah merasakannya???!!!

Tapi, seringkali masalah ini menjadi masalah klasik yang selalu membuat seseorang kehilangan semangat hidup bahkan sampai bunuh diri. Walaupun fenomena ini tidak terjadi pada setiap orang, tapi tetap tidak bisa diabaikan. Kenyataan bahwa hal ini begitu mempengaruhi hidup manusia membuat beberapa pakar atau ahli terapi perilaku mencoba mengemukakan beberapa bentuk tindakan yang dapat di lakukan untuk menghadapi permasalahan ini.

Saya mencoba sedikit menguraikan pendapat dan gagasan dari Dr. Joseph Wolpe, Dr. Michael Ascher, dan Dr. Debora Philips.

Menurut mereka ada dua bentuk tindakan yang dapat di lakukan oleh sang manusia patah hati yaitu:

1. Menghentikan pikiran (though stopping)
Mengurangi frekuensi pikiran kamu tertuju pada orang yang kamu cintai.
Caranya:
a. Layangkanlah dengan sengaja pikiran kamu pada orang yang kamu cintai.
b. Begitu bayangan itu muncul-sepersekian detik-hapuslah bayangan tersebut dengan berteriak keras dan ucapkan “STOP!!” sambil meninju, menghentakkan kaki atau menekankan tinju tangan yang satu ke telapak tangan yang lain.
c. Gantikan bayangan tadi dengan pikiran menyenangkanyang telah kamu susun sendiri dalam sebuah daftar.
d. Jika bayangannya muncul lagi, segera usir dan gantikan dengan yang lebih indah.

Teknik ini akan berhasil apabila:
a. Saat menghilangkan bayangan seseorang itu, kamu sedang melakukan pelepasan terhadap apa yang diperoleh dari pengalaman (unlearning). Unlearning di lakukan berulang-ulang untuk menetralkan apa yang telah di peroleh dari pengalaman (learned).
b. Penggantian bayangan dengan hal yang indah membuat kehilangan itu bukan sesuatu yang menakutkan. Ini adalah reward untuk keberhasilan mengenyahkan dia dari pikiran.
c. Memutuskan jalinan dengan pengalaman lama.

Tentu………teknik ini akan berhasil kalo kamu memang ingin melupakannya bukan malah sebaliknya, terikat terus dan tidak ingin lepas dari perasaan itu walaupun menyakitkan.


2. Cemooh diam-diam (silent ridicule)
Caranya:
a. Lihat dirimu baik-baik kemudian tertawalah.
b. Lihat seseorang itu kemudian tertawa. Lihatlah dengan perspektif tolol, komik, lelet, kampungan, cemoohnya dia sehingga kamu bisa tertawa. Misalnya, kenapa kamu bisa mencintai orang yang selalu mengorok seperti dia.
Lambat laun, dia tidak akan lagi menjadi istimewa di mata kamu


Selamat mencoba yach!!!!!!
0

Tubuhmu yang mulai menua


Wanita yang memiliki mata yang dulu terlihat begitu memesona, kini tampak merosot ke dalam kepalanya jauh setengah centimeter, dikelilingi oleh lingkaran hitam terdiam di hadapanku. Ku dekap tubuhnya yang makin mengurus. Hampir setahun aku tidak bertemu dia lagi, nenekku yang telah semakin tua dan sakit-sakitan. Ku lihat sebutir demi sebutir airmatanya mengalir dipipi saat memeluk tubuh cucunya. Ia tersenyum saat aku menceritakan perjalanan kami dan pola tingkah lucu supir mobil angkutan yang kami gunakan.

Aku menemukannya tertidur di kamarnya sendirian, aku mengambil sebuah bantal dan merebahkan tubuhku di sampingnya. Nampaknya dia tersadar saat adikku juga ikut merebahkan tubuhnya disamping nenek. Aku memperhatikan punggungnya yang mengecil, bentuk-bentuk tulangnya sangat terlihat jelas. Kerutan kulit yang seakan telah bisa terangkat dan terpisahkan dari kulit membuatku begitu ingin memeluknya. Ku sentuh tubuh nenek pelan-pelan kemudian mendekapnya dari belakang. Aku tersenyum saat dia berkata padaku “Kenapa kamu takut-takut menyentuhku, kamu kira tulangku rapuh.” Dia masih bisa bercanda di saat tubuhnya semakin melemah. Wajah yang dulu begitu kuat menerjang berbagai macam masalah, tubuh yang begitu kuat melakukan berbagai aktivitas sekarang tersungkur lemah tak berdaya.

Adikku sesekali bercanda dengan tubuh nenek yang kurus, bahwa ia akan sangat mudah mempelajari anatomi di tubuh nenek. Beberapa kali dia menyebutkan nama tulang yang tidak ku mengerti itu. Semua itu di sambut dengan tawa ringan dari nenek, terus terang aku sangat bahagia melihatnya seperti itu. Senyum itu sangat ku rindukan. Sesekali dia mengatakan berbagai kebiasaanku dan adikku yang ternyata masih diingatnya. Kesukaan kami, kebiasaan kami, ia mengingat semuanya dan aku terkagum untuk kategori ingatan seorang lansia sepertinya. Dia adalah seorang nenek yang sempurna, di tengah kekuatannya yang semakin merosot, dia tidak pernah berhenti melakukan aktivitas walaupun seringkali di larang. Dan aku tahu, karena ia bersikeras untuk terus beraktivitas di dapur, ataupun di taman belakang rumah sepupuku, yang membuatnya sampai sekarang masih terlihat kuat dan tidak serapuh lansia lain. Ia masih bisa bekerja walaupun dengan intensitas yang sedikit tapi setidaknya dengan itu semua dia tidak harus menghabiskan sisa hidupnya di atas kursi roda karena fungsi organ yang mulai menurun.

Sejak dulu nenek adalah seorang wanita yang sangat kuat, dia mendampingi kakek sampai kakek harus meninggal dalam usai muda. Dia menyekolahkan dan merawat anak-anaknya sendiri tanpa berniat untuk mencari pengganti kakek. Dan saat anak-anaknya harus bekerja di kota dan memiliki kendala untuk membawa anak-anaknya, nenekpun dengan ikhlas merawat cucu-cucunya. Aku, adikku, dan dua sepupuku menghabiskan hampir 5 tahun hidup bersama nenek di kampung. Dengan tubuhnya yang mulai menua dia masih sempat menyiapkan kami air dua ember besar di sumur untuk air mandi kami sebelum ke sekolah. Dia menimba air itu jauh sebelum ayam berkokok. Sepulang sekolah, nenek pasti sudah memasak untuk makan siang kami sebelum berangkat mengaji di rumah saudaranya. Menjelang petang, nenek akan mulai berteriak di jendela memanggil kami yang masih asyik bermain sampai magrib tiba. Aku terkadang heran, dari mana dia mendapatkan kekuatan suara yang besar untuk memanggil kami-cucu-cucunya. Saat malam tiba, dia akan menyalakan lampu minyak agar kami bisa belajar di bawah cahayanya. Sesekali dia akan menyantani kepala kami katanya supaya rambut kami kuat. Orang tua kami mungkin hanya bisa datang sekali seminggu menjenguk kami semua ini karena keterbatasan mereka, Ibuku adalah seorang perawat yang selalu jaga malam sedangkan Bapak saat itu masih sering ke luar kota untuk berdagang.

Aku selalu bersyukur dengan kondisi masa kecilku, yang walaupun dengan semua kesederhanaan, di sana aku justru belajar hidup bersahaja, belajar menikmati setiap moment kecil dalam hidup, belajar menikmati hidup dengan serba kekurangan sehingga tidak membuatku gelap mata saat Bapak mencapai kesuksesannya dan membuat kami sekeluarga hidup dengan serba kecukupan. Pelajaran di awal hidupku justru menjadi pelajaran yang sangat berharga, bahkan andai bisa aku ingin kembali pada masa itu, masa saat kami bisa tertawa riang di sawah belakang rumah, bermain di sungai, panen kacang tanah, makan keladi di pinggir sawah sambil menjaga burung pemakan padi, menangkap capung, bermain mobil-mobilan dari kulit jeruk dan kenangan masa kecil lain yang luar biasa menyenangkan. Pelajaran hidup yang diajarkan oleh seorang wanita yang kini telah menua.

Aku mendekapnya kembali, dan memijit beberapa tulangnya yang katanya sakit. Andai aku bisa aku ingin terus mendekapnya dan meluapkan semua kerinduanku padanya. Dia seorang wanita luar biasa, dan aku bangga telah memilikinya sebagai nenekku, aku bangga pernah di asuh olehnya, dan aku bangga dia masih bisa tersenyum padaku saat aku mendekapnya erat. Namun kebersamaan ini hanya belangsung dua hari, aku harus kembali ke Makassar, kembali ke rutinitasku. Aku berharap lebaran tahun depan aku masih bisa melihatnya tersenyum padaku, aku harap lebaran tahun depan aku masih bisa tertawa bersamanya, aku harap lebaran tahun depan aku masih bisa memijitnya, dan aku harap tahun depan aku masih bisa mendekapnya. Aku mencintaimu nenek.

Love to Hj. Haderah Aras.
0

Aku tidak pulang


Seberapa besar makna kebersamaan saat merayakan sebuah hari besar agama. Sampai aku tega menyakiti hati satu-satunya saudara yang ku miliki dan melampiaskan kemarahanku pada ibuku?

Kebersamaan itu, mengapa aku merasa malam ini semua itu sirna. Baru saja beberapa hari yang lalu aku mengkhayalkan shalat Idul Adha bersama, berkumpul bersama semua keluarga terutama nenekku yang mulai sakit-sakitan, bersama semua sepupuku, bercanda, tertawa, menikmati anugrah Idul Adha yang penuh keampunan. Namun, semua luntu sejak Ayu bilang padaku dia masih punya praktikum tanggal 26, aku merasa alamat tidak bisa mewujudkan semua impianku akan terjadi.

Tapi,
aku masih selalu menanggapi itu semua dengan guyonan. Beberapa kali aku menggunakan beberapa aksen daerah untuk mendramatisir keadaan jika kami harus pulang 26 malam dan tiba di Bone tepat saat panggilan shalat Idul Adha telah menyeruak di penjuru kota. Adikku tertawa dengan semua itu tapi aku tidak bisa menutupi ketakutanku pertama kali merasakan lebaran tanpa siapapun. Aku sudah pernah merasakan menikmati bulan puasa yang penuh hikmah-sendirian-dan hal itu sangat tidak menyenangkan.

Dan kini malam ini, semua air mata itu tumpah saat aku harus berdebat dengan satu-satunya saudara yang ku miliki dan paling ku sayangi. Aku harus berdebat mempertahankan egoku di atas skala prioritasnya. Kenyataannya- Adikku tidak bisa pulang karena tugasnya sebagai mahasiswa kedokteran yang tidak pernah berhenti. Aku sempat marah dengan keputusannya menyuruhku pulang dan membiarkannya lebaran sendiri tanpa siapapun di kota ini. Mungkin memang di otaknya sedang berkecamuk pilihan antara membiarkanku pergi dan menahanku untuk menetap dan aku tetap dengan egoku untuk memaksanya pulang. Dipikiranku hanya ada satu, apa dia pikir aku akan senang berlebaran di kampung halaman dengan mengetahui kalau dia di sini, sendiri tanpa keramaian, tanpa tawa, dan tanpa makanan khas lebaran. Mungkin aku egois karena memaksakannya pulang, tapi aku tidak habis pikir bagaimana mungkin aku senang dengan kondisi ini. Dan semua kondisi ini makin di perparah dengan kemarahanku karena Ibu mendukung keputusan adikku untuk menghabiskan hari lebaran di sini. Aku telah menyakiti hati mereka dan mempertahankan Id yang menggerogotiku.

Di sini, di-reading and watching spot-ku, aku berpikir mungkin ini saatnya aku harus berkorban dan menekan Id yang menguasaiku 2 jam yang lalu, aku harus mengalah dan mungkin mencoba menikmati kesempatan pertama berlebaran hanya berdua. Malam ini aku berkorban, malam ini aku memenangkan pertarungan melawan diriku sendiri, malam ini superegoku yang harus menang. AKU TIDAK PULANG
0

Pasir, ombak dan bintang


Malam mulai menyapa dan aku terduduk di sudut kamarku sambil menikmati lembar demi lembar perahu kertas, tetap dengan keadaan mendekap boneka tikus abu-abu dengan baju biru langitnya. Entah kenapa dadaku kembali bergetar menerima sms malam itu, sebuah ajakan yang memaksakan untuk keluar rumah dan menikmati kembali kebersamaan dengan teman-temanku. Aku sempat terdiam di sudut itu berpikir apakah keputusanku untuk keluar dan terlibat lagi dalam kegiatan satu malam bersamanya tidak justru membuat pertahananku selama ini runtuh? Tapi juga entah kenapa aku mengambil keputusan untuk sekedar menikmati hari ini mungkin mencoba untuk menghadapi kenyataan yang tidak selamanya bisa dihindari.

Setelah mengenakan pakaian dan mengecup pipi adikku yang sejak tadi merengek memintaku untuk tidak pergi, aku keluar menembus malam menuju kafe tempat kami akan bertemu untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju sebuah tempat di pinggir laut. Dengan membonceng kakak angkatanku-Keenan, Aku mengikutinya dari belakang. Sesekali aku dan keenan tertawa cekikikan bersama, namun di sela-sela obrolan singkat di atas motor aku tetap tidak melepaskan pandanganku dari sosok pria yang ada dihadapanku. Sudah lama aku tidak melihatnya lagi-pernah namun cukup sekilas waktu itu- dan kini dia ada di hadapanku, diatas motor dengan baju kaos putih dan sebuah sweater cokelat tersampir di lehernya. Kami melewati jalanan-jalanan kecil untuk sampai di tempat yang di tuju. Aku sempat tersenyum samar malam itu melihatnya bertingkah yang tidak jelas di atas motor-menurunkan kedua kakinya menikmati sensasi aspal yang beradu dengan sepatu dan mengetuk-ngetuk bagian atas helmnya dengan jenis dan pola ketukan yang tidak jelas-benar-benar tingkah yang aneh.

Sambil menikmati udara malam di tepi pantai itu, aku memasuki sebuah pondok sewaan yang menjadi tempat yang kami tuju. Bercengkrama dengan sahabat, menikmati aroma masakan yang disediakan untuk memadamkan nafsu kelaparan yang melanda lebih 20 orang yang ada dirumah itu. Aku keluar sejenak di teras rumah, sedikit mencari udara segar dari pengapnya rumah sewaan itu. Sambil menikmati kembali lembar demi lembar perahu kertas di tanganku. Namun, Keenan mengajakku berjalan-jalan di pesisir pantai, menikmati angin malam yang menerpa jilbab kami. Sedikit spot di pasir yang terbentang luas itu kami ambil untuk meluruskan kaki di tengah deburan ombak.
“Nai, kamu tahu tidak kenapa kita merasa begitu damai saat melihat dan mendengar deburan ombak, gunung yang menjulang tinggi dengan segala kesejukan yang ditawarkannya, bintang yang bercahaya menghiasi langit malam, dan segala bentuk keindahan yang tersaji di hadapan kita?” ucap Keenan sambil menatap bintang yang belum tertutupi ombak.
“Hem……..tidak tahu, mungkin emang udah fitrahnya kali” jawabku seadanya sambil terus memperhatikan dua sahabatku di tepi pantai sedang memperhatikan binatang laut yang berlari kiri-kanan dengan terus memancarkan sinarnya.
“Karena saat melihat keindahan itu kita serasa kembali ke kampung halaman kita tempat dimana kita berasal. Kamu tahu kan roh kita sebelum tiba ke bumi, dia berada di surga dan menikmati semua keindahan itu. Makanya kita merasa damai dan tentram dengan semua elemen-elemen indah itu.”
Aku tersenyum mendengar argumen Keenan di sampingku. Sesaat kemudian binatang yang memancarkan sinarnya itu berjalan mengarah pada kami-cantik-itu yang bisa ku tangkap dari salah satu sosok spesies ciptaan-Nya yang mengagumkan.
“Apa nama binatang itu?” Tanya Keenan pada dua sahabatku yang asyik bermain-main dengan binatang itu.
“Tidak tahu, mungkin plankton.”
“Plankton mah kecil, sarapan paginya ikan” sahutku sambil terkekeh
“Kalo gitu mungkin dia temannya Patrick atau tuan crab kali”
“Cahayanya meredup!” teriakku saat binatang itu mulai tidak terlihat lagi di kegelapan malam.
“Kayaknya dia harus masuk lagi ke dalam air supaya bisa kembali mengeluarkan cahayanya, biasanya binatang ini bercahaya di bulan-bulan puasa atau mendekati lebaran.”
“Kok bisa gitu?”
“Tidak tahu, coba kita buka forum diskusi bersama binatang itu untuk mencari jawabannya.”
“Yah….aturlah waktunya.” Kami berempat tertawa di kolong langit dengan backsound debur ombak yang meneduhkan.
“Mending kita kembali ke pondokan, hujan akan turun” ucap sahabatku saat melihat warna awan mulai menghitam dan menutupi semua bintang indah penghias langit.

Aku dan Keenan kembali menikmati malam, diatas bale-bale yang ada di depan pondokan. Kami merebahkan kepala dan terus menengadah menatap sarang laba-laba di atap-atap kayu-dan Dia datang menghampiri kami- tenggorokanku sempat tercekat. Dia pun merebahkan badannya mengikuti kami, bercerita tentang segala persiapan kegiatan yang tengah dijalankannya bersama Keenan. Aku terdiam di sudut bale-bale itu dengan menikmati sayup-sayup “When I look at you” yang mengalun dari handphoneku. Aku terbangun untuk memperbaiki perasaanku, menatap ke arah hamparan pasir pantai di hadapanku.
“Nai, sekarang kamu semester berapa?” tanyanya padaku
“Semester tujuh.”
“Ehm……udah mo selesai juga dong, nggak nyangka…..dulu aku pertama kali melihatmu waktu masih SMA eh….SMP yah, kayaknya waktu itu aku masih kelas 2 SMA dan sekarang ternyata kamu udah mau jadi sarjana juga.”
Aku hanya tersenyum getir, ia sama sekali tidak tahu kalau sentilan kecilnya tentang masa lalu kami itu membawaku kembali pada tujuh tahun lalu, saat aku mulai stak pada perasaan ini. 10 November 2002.

Dalam keadaan seperti itu ku akui aku tidak bisa bertahan lebih lama, entah sudah berapa lama aku tidak bisa lagi berbicara sebebas dulu, seriang dulu dengannya. Sejak aku merasa waktunya untuk mengambil space yang cukup untuk menyelamatkanku dari perasaanku sendiri. Sudah sejak lama saat aku sudah tidak bisa menatapnya lagi saat kami berbicara dan mencari titik pandangan yang lain untuk mengatur perasaan anehku. Dan untungnya aku diselamatkan dengan kedatangan senior-senior kami yang telah lulus dan memiliki kehidupan realitas yang lain. Kami menghabiskan seperempat malam sambil bersenda gurau tentang masa lalu dengan sedikit petikan-petikan gitar dan alunan lagu. Dan aku tidak menyadari ada gelak tawa yang terdengar lepas dariku saat menikmati malam itu, dengan alunan sebelum cahaya-letto dan yang terdalam-peter pan.

Aku dan Keenan berganti posisi kearah bale-bale di samping pondokan. Disaat Keenan mencoba untuk terlelap di buai malam, aku kembali menekuri halaman perahu kertas dan kemudian sadar ada letupan yang terdengar dalam seluruh tubuhku yang memintaku untuk menulis indahnya malam ini. Keenan terbangun, ia tidak bisa memejamkan matanya. Ia menghabiskan malam sebelum subuh mendekat, dengan menonton Ketika Cinta Bertasbih. Aku mulai merasa kram di kakiku, karena terlalu lama duduk bersila dengan perahu kertas di tanganku. Aku meraih headset dan mengalunkan lagu di telingaku sambil menyusuri jalan di depan pondokan untuk sedikit merilekskan tubuhku dan terhenti di sebuah bangku. Dengan mata terus tertuju ke arah bintang-bintang, aku bersenandung.

“Nai, yuk……jalan ke tepi pantai lagi, filmnya dah habis” teriak Keenan padaku.
Kami berdua mendekati tepi pantai yang dingin di 04.00 wita subuh itu. Keenan merebahkan badannya di atas pasir dan memintaku melakukannya juga. Aku merebahkan tubuhku dan menikmati sensasi taburan bintang yang menjadi atap kami malam itu. Kami berdua tenggelam dalam pikiran masing-masing. Terus menatap bintang, terus mengembara ke aneka riak-riak memori. Dan aku bangkit saat melihat Keenan terlelap di atas pasir itu. Aku melepas alas kaki yang menyelimuti kakiku sejak tadi, kemudian menyusuri setiap jengkal pasir yang basah di kenai ombak yang berayun. Sesekali kakiku harus basah terhempas ombak dan tertawa sendirian menikmati sentuhan dingin air laut subuh itu. Dengan tetap di temani alunan lagu, aku menatap kilauan cahaya-cahaya kapal nelayan di ujung batas cakrawala sampai akhirnya aku tersadar dengan bunyi adzan yang berkumandang dari masjid sekitar.
“Keenan, udah subuh ke pondokan yuk!”
“Kamu shalat?” tanyanya padaku
“Tidak.”
“Aku juga tidak.”
Ehm…..lagi-lagi masalah perempuan.

Kami mendaratkan kaki di bale-bale tempat kami bernyanyi-nyanyi malam tadi. Kembali merebahkan badan dan tanpa ku sadari, aku mulai di serang kantuk. Cahaya mulai menyeruak dan hamparan pasir di hadapanku mulai terlihat jelas. Ehm…..aku tertidur rupanya!!
“Keenan….pulang yuk, kita kan mau nyari bubur.”
“Ya udah…..cuci muka dulu yach”
Kami berkemas dan berbenah, bersiap meninggalkan lokasi kegiatan itu. Dan dia muncul di balik jendela memamerkan senyumnya dan mengganggu anak-anak lain. Dia mau ikut makan bubur, itu yang ku dengar, dan tenggorokanku tercekat.

Saat motorku telah selesai ku panaskan sejenak, dia muncul sambil membawa gitar dan mengalunkan lagu-lagu. Dia bernyanyi sambil berjalan berkeliling, aku tersenyum melihatnya dengan wajah lugu seperti itu dan dengan rambut yang acak-acakan aku melihat sosok yang sudah lama tidak ku lihat lagi dalam dirinya. Sosok yang ku rindukan dengan riak kebebasan. Sosok yang membuatku pertama kali merasakan degub aneh di jantungku. Tapi aku kemudian menghempaskan kenangan itu, aku tidak boleh kembali pada kondisi itu

Akhirnya hanya aku dan Keenan yang merasakan bubur ayam pagi itu karena dia tidak jadi ikut bersama kami. Setidaknya kenyataan itu membuatku sedikit lega, aku tidak perlu menghindar lagi dari sosok apapun ketika aku ingin benar-benar menikmati pagi dengan semangkok bubur ayam.
“Thanks ya Nai, ini sangat menyenangkan. Lain kali kita kayak gini lagi yach,menikmati debur ombak dan tertidur di pasir benar-benar hal yang sangat menyenangkan.”
Aku tersenyum, benar-benar malam yang menyenangkan.

Hari ini aku tersadar akan satu hal, saat berhadapan dengannya aku tidak bisa menjadi diriku sendiri karena terus berusaha tidak terlibat terlalu dalam, namun aku bisa menjadi diriku seutuhnya jika kami berkomunikasi tidak secara langsung. Seakan hidup terus-terusan ingin mengingatkan bahwa ada sekat antara aku dan dia yang tidak bisa ditembus. Dan aku hanya bisa menerima dan ikhlas karena hati telah memilih.
3

Terapi Wudhu....

Terapi wudhu.....

subhanallah,...
semua syariat Islam yang di wajibkan kepada kita memang memiliki dan sarat makna dan keajaiban

makin terbukti opini yang menari-menari di kepalaku "IBADAH BUKAN HANYA SEKEDAR KEWAJIBAN TAPI JUSTRU SEBUAH KEBUTUHAN"
hanya dari shalat yang di dahului wudhu 5 kali sehari, kita bisa menjaga kesehatan fisik dan psikologis kita

tentu dengan wudhu yang baik dan sesuai dengan ketentuan, efek "massage" saat membasuh anggota tubuh tertentu akan menjauhkan kita dari 17 bentuk penyakit, subhanallah....

can you imagine that???
semua anggota tubuh yang di isyaratkan dalam wudhu merupakan titik-titik akupuntur yang dapat meningkatkan kesehatan fisik dan jiwa kita terutama di area kaki yang memiliki 125 titik. apalagi anggota tubuh yang di basuh adalah anggota tubuh yang tampak dan terekspos yang memungkinkan terjadi penumpukan kuman di daerah tersebut.

jadi, cuci tangan 2 kali sehari seperti yang diajukan pemerintah dapat di dukung oleh wudhu selama 5 kali sehari, di jamin kuman2 pada kabur, ketenangan batinnya dapet, pendekatan kepada Rabb juga dapet......enak kan!!!!!!!!
0

Kembali

Welcome.....in my Domus................

memulai hari-hari kembali dengan aktivitas menulis...
0

Kembali

Welcome.....in my Domus................

memulai hari-hari kembali dengan aktivitas menulis...
0

Stranger

Tak.....tik.....tuk.....tak.....tuk
Suara langkah kakiku yang terburu-buru, mataku menatap setiap langkah petugas pelabuhan di ujung tangga kapal berharap mere belum berpikir untuk mengangkat tangganya dan membiarkanku melongo karena ketinggalan.
Ha........
Aku sempat tersenyum saat seorang pengemis duduk di antara jalanan pelabuhan dan mengatakan bahwa aku tidak perlu berlari dan tentunya dengan mencoba menahan langkahku akhirnya aku merasa cukup dengan berjalan lebih cepat dan tidak perlu berlari.
Pelabuhan sore itu mulai sepi, pengantar sudah dipersilahkan turun dari atas kapal, rupanya. Aku menyusuri setiap lorong kapal berharap mendapat satu kasur kosong agar sebuah tikar cokelat ditangan kananku tidak menjadi pilihan.
Akhirnya....
Dapat juga
Tapi......
Uhm....
Rupanya aku harus berdampingan dengan kumpulan laki-laki.
But, my lucky day
Ranjang yang kosong ada dua, so disanalah barangku beristirahat sekaligus memisahkan aku dengan laki-laki disebelahku.
Setidaknya aku aman, iya kan!!!!
Tapi agak menganggu
Sejujurnya
Itu yang ku rasa saat satu persatu dari mereka mulai bertanya banyak hal
Malas
Tentu
Aku ladeni saja mereka sewajarnya
Walaupun lama kelamaan cukup membuatku jengah juga.
Untung mereka punya hobi berkeliaran di sepanjang dek-dek kapal, sehingga aku punya kesempatan menikmati perjalanan dengan lebih santai sambil menghabiskan satu novel ditanganku


Rupanya mereka cukup baik
Mereka menerimaku sebagai salah satu bagiannya
Akhirnya
Ku coba lebih bersikap melunak pada mereka dan tidak lagi bersikap dingin seperti sebelumnya yang hanya mengalihkan mata sepersekian detik untuk menjawab pertanyaan basa basi mereka.
Mungkin aku memang semestinya tidak menilai orang dari cara mereka mengenalku karena setiap orang punya cara yang berbeda. Sulit dikatakan sopan atau tidak menurut kadar budaya tertentu. Sesekali ku beri mereka senyuman sebagai rewards karena setidaknya mereka cukup ramah padaku dan aku cukup aman berada ditengah-tengah mereka.
Dan hei.....
Satu bukti
Ku rasakan hangat dikakiku saat terbangun di pagi itu
Ternyata sebuah sarung bali sedang menyelimuti pinggang sampai telapak kakiku
Mereka tahu aku kedinginan, rupanya
Perhatian sekali
Mereka menghamparkan sebuah kain yang menghangatkan dan membuatku tidur nyenyak malam itu.
Thanks, stranger......
I hope can meet you again
0

Mahluk Merah

Aku berjalan mengambil rok hitam kesayanganku, baju putih dengan bahan yang cukup hangat plus jilbab hitamnya. Semua peralatan mulai dari laptop, chargernya, mouse, headset, dompet dan buku yang ku namai buku penulis telah siap di dalam tasku. Aku melangkah keluar, ku cari sendalku di balik kegelapan maklum malam itu lampu terasku lagi mati. Ah itu dia sendalku, aku mendekati sebuah sendal biru tanpa tahu bahwa bahaya tengah mengintaiku. Aku menggunakannya dan huaa.........mahluk kecil berwarna merah dengan jumlah yang entah puluhan atau malah ratusan siap-siap membuka mulutnya, membasahi sedikit kerongkongannya dengan air liur agar lebih memudahkannya melumpuhkan mangsa, mengeluarkan taringnya yang seperti drakula dan 1....2.....3.....akh....menggigit kakiku secara bersamaan. Huuaaaaa.......semut merah, adow,,,,.....sakit....sakit, aku melihat satu ember air didekatnya ku guyur aja pake air. Mungkin mereka ngira tiba2 ada banjir bandang kali ya.......
Semut yang aneh kayaknya mereka nggak suka lagi sama gula....”
0

Mall with pat brown dan segelas teh manis

Hei......nih kentang ada wijennya ya.....???pikirku dengan keadaan dahi bergulung-gulung kecil, alis hampir menyatu. Aku sedang berada di food court salah satu mall di Makassar menikmati kentang yang diberi nama path brown dengan segelas teh manis. Kentang itu memiliki belang-belang hitam, bumbu apa yang penjualnya gunakan aku juga tidak tahu. Kepalaku berpindah-pindah menatap kentang yang sedang ku nikmati dengan novel bersampul merah hati di tangan kiriku. Sesekali ku arahkan pandanganku pada langit-langit mall yang transparan menggambarkan keadaan diluar sana.
Dan hoplah........
Ternyata hujan masih gencar menerjang bumi. Akhirnya aku memperlambat proses mencerna kentangku sambil menanti hujan itu sedikit mereda sehingga pakaianku tidak basah karenanya. Siang itu tidak terlalu ramai, mungkin karena kebanyakan orang lebih memilih berdiam diri dirumah menikmati kehangatan daripada melangkahkan kakinya ke sini dan disambut dinginnya AC yang makin menyempurnakan musim hujan ini. Ya.....walaupun masih tetap saja ada beberapa tatapan yang tertangkap sedang memperhatikanku dan mencibir di dalam hati ataupun berbisik seolah begitu desperatenya aku duduk sendirian dengan sebuah novel ditangan.
Halo.......tidak tau yang namanya keinginan menikmati kesendirian ya!!!!
Aku mendengar suara hujan mulai redup diluar sana, ku seruput teh manisku dan melangkah pergi. Sambil menyusuri mall itu aku menemukan sebuah permen coklat di saku jaketku. Ehm.....yummi.
Setelah memasukkan gumpalan coklat ke dalam mulutku yang kemudian siap untuk melumer. Aku menggulung-gulung pembungkusnya menanti tempat sampah tercinta terlihat.
Ah.......pulang ke rumah menikmati sebuah roti hangat dan kembali meneruskan bacaanku kayaknya akan lebih nikmat.
Hahaha.........kayaknya aku mulai berpikiran sama dengan orang-orang yang memilih tinggal dirumah.
Ku tarik motorku yang berhimpitan dengan motor lain diparkiran. Hey.....dimana sih tukang parkirnya apa dia tidak melihat sedang ada gadis manis yang kesulitan dan membutuhkan super hero. Ya......setidaknya sang hero parkir. Dan alhasil aw........standar motor yang belum ku naikkan berhasil membuat sebuah goresan keras dijempol kakiku dan membuatku spontan menekan rem tangan dan berteriak kesakitan walaupun dengan volume yang kecil takut menjadi pusat perhatian. Rasa sakitnya tidak bisa ku tahan, kakiku seketika seperti mati rasa dan ow.....sakitnya sampai terasa di hati.
Suer.....aku nggak bohong beneran sakiiiiiiiiiiiitttt.....................
Selama perjalanan menyusuri jalan dengan sedikit sisa-sisa hujan, aku menahan sakitnya yang tidak kunjung menghilang. Dengan teriakan-teriakan meringis aku menahan sakitnya, tentu teriakan itu dilungkupi oleh helm standar yang ku gunakan untuk meredam suaraku. Karena aku bisa jadi pusat perhatian orang lain kalau berteriak nggak keruan sendirian, di atas motor, hujan-hujan, dan tanpa headset ditelingaku yang bisa menandakan ada percakapan disana atau sekedar menikmati musik. Aku terus menembus hujan sebelum semakin deras dan tiba di rumah dengan perhatian tertuju pada jempol kakiku yang ternyata berhasil berubah warna menjadi biru dan bengkak.
0

Buntu...........!!!!!!!!

Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa....................................

Kembali lagi masalah itu melandaku

Deretan, rangkaian, tautan, dan rentetan huruf dan kalimat itu tidak selesai...
Kenapa aku tidak pernah bisa menyelesaikan satu cerita sampe tuntaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaasssssssssss.........

Hmph.........ahehmmm.....mungkin aku kebanyakan mikir kali ya....
Jadi nda jadi-jadi deh tuh cerita.....
Selalu saja ada ide baru yang menghambat proses pengerjaan tulisan....

Itu dibilang Iyan....
Jangan ki’ terlalu banyak berpikir kalo nulis
Tulis saja....apa yg lagi mencuat dan melompat-lompat dikepala ta’
Dari hati....
Dari hati.........
Pasti hasilnya lebih baik
Tapi hehehe......mikir sekali-sekali penting juga
Nanti ngawur ki’ tulisan ta’
[nah loh kenapa gabung-gabung logat begini ya......]
0

Kesendirian

11 Januari 2009

Eh....eh....ada judul lagu seperti itu kan......
Ya......
Aku ingat, hehehe Itu KAN judul lagunya GIGI

Diatas motor dengan mantel hujan hijau
Aku berpikir.....

[kondisi kesendirian dengan secangkir KOPI SUSU memang terkadang lebih menyenangkan]

Apalagi tidak selamanya kan.....
Kita bisa mengajak orang lain menemani kita menekuri aktivitas...
Kecenderungan mereka tidak menyukai dan bosan dengan apa yang kita lakukan tetap ada.
Jadi,
Kesempatan melakukan semuanya sendiri itu harus dilakoni dong.....
Tapi syaratnya harus puas dengan pandangan orang-orang mengenai betapa menyedihkannya dan kesepiannya dirimu....[itu menurut mereka.....]

Terkadang itu menyenangkan [coba aja]
Membiarkan orang lain berspekulasi
Tahu menyenangkannya dimana???
Kita akan menemui otak berlari menyusuri semua informasi yang telah ada, meramunya menjadi ide-ide dahsyat dan puas hanya tersenyum dalam kesendirian.
Siguiente Inicio

SlideShow