1

Pahlawan Sophorsyme bagian II

Mungkin bukan terganggu, tersadar adalah kata yang lebih tepat untuk menjelaskannya. Kata-kata itu tiba-tiba saja mampir sejenak di organ berkapasitas ribuan gygabite ini, membuatku menunda jadwal tidurku yang menurut ritme sirkadian seharusnya tubuhku telah mengalami penurunan hormon yang akan membuatnya berteriak meminta istirahat. Mungkin aku sedikit kejam pada tubuhku malam ini, melewati jadwal tidurku yang biasanya selalu sama untuk mencoba menekuri kembali kata-kata itu, ya…….seorang pahlawan cinta. Tidak, bukan seorang tapi lebih dari itu.
Mengapa tiba-tiba saja aku terpikirkan hal itu? mungkin karena usiaku, mungkin kesadaranku, mungkin karena pengalamanku, atau mungkin karena sepersekian detik waktu dimana ku coba untuk berpikir bahwa aku tidak pernah sendiri menyelamatkan hidupku tapi ada beberapa orang yang selalu ada di sampingku mencoba mengingatkanku bahwa mereka ada dengan cinta, itu yang ku sebut dengan pahlawan sophrosyme.
Sampai detik ini, detik dimana aku berdiri sebagai seorang mahasiswa fakultas psikologi berusia 21 tahun bukan tanpa pahlawan itu. Pahlawan sophrosyme adalah sosok yang membantuku berdiri, menemaniku berjalan, dan menyertaiku berlari tapi sesekali membiarkan duduk sejenak dan semua itu ia lakukan dengan cinta. Setiap orang pasti memilikinya, tidak tentu berapa jumlahnya, tapi aku memiliki empat orang pahlawan cinta. Empat orang yang selalu membagi cintanya yang tak pernah putus. Empat orang yang akan selalu ku miliki walaupun ruang, waktu dan tempat memisahkan kami. Seorang Ibu, seorang Ayah, Nenek terbaik, dan seorang adik perempuan; mereka adalah pahlawan sophrosyme-ku.

Orang yang akan selalu membantuku berdiri, menemaniku berjalan, menyertaiku berlari, dan membiarkanku duduk sejenak.
0

pahlawan sophorsyme


Di sebuah ruangan entah berapa kali berapa, aku terpekur di hadapan sebuah meja cokelat. Meja yang selama ini menemaniku memenuhi tantangan dan kewajibanku sebagai seorang mahasiswa. Terdengar sedikit gemericik air di luar sana, cukup sekilas karena malam itu hujan hanya mampir sejenak membasahi sedikit kelopak bunga di teras rumahku. Hanya suara detak-detik jam dan hembusan angin dari sebuah alat elektronik yang terdengar di balik dinginnya malam pukul 11 itu. Masih belum malam – memang – namun penghuni rumahku yang hanya tiga orang termasuk aku telah tenggelam dalam mimpinya masing-masing. Berbagai barang di ruang tengah itu seakan membisu menemaniku kecuali sebuah TV yang sengaja ku biarkan menyala dengan volume yang kecil untuk sekedar menyemarakkan kesunyian. Malam ini pikiranku kembali pada kebiasan lamanya yaitu melompat-lompat. Terkadang aku kembali tersadar bahwa pikiranku ini punya hobi yang aneh, dia selalu melompat dan terus melompat namun saat lompatannya dirasa telah cukup jauh maka dia akan tinggal menari di ujung ruangan dan tidak ingin diam sampai kenyataan menghempaskannya. Memang terkadang mimpi terasa menjadi tidak realistis jika kenyataan menghampiri.
Aku memperhatikan setiap ornament penghias meja belajarku, sebuah kalender 2010 berdiri disana mencoba terus mengingatkanku bahwa tahun yang tertera disana akan segera datang. Kamu akan tambah tua, sebuah gurauan sederhana dari adikku yang ku balas dengan tatapan mencekam namun disambutnya dengan tawa di suatu sore. Waktu semakin berjalan dan terus berjalan, terkadang ia begitu cepat meninggalkanku seolah tidak memberiku kesempatan untuk sedikit menikmati setiap hembusan perjalanannya. Namun, malam itu sebenarnya aku terganggu dengan dentuman kalimat pikiranku sendiri. Ia berkata begini:

Setiap orang punya pahlawan sophrosyme dalam hidupnya, tidak cukup hanya satu mungkin lebih dari itu. Pahlawan sophrosyme adalah sosok orang yang selalu melakukan apapun dan bertindak apapun untuk kita dengan dasar sebuah cinta kasih, seseorang yang membantu kita bertindak hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan, seseorang yang menunjukkan kita sebuah pelajaran untuk kehidupan.

Mungkin bukan terganggu, tersadar adalah kata yang lebih tepat untuk menjelaskannya. Kata-kata itu tiba-tiba saja mampir sejenak di organ berkapasitas ribuan gygabite ini, membuatku menunda jadwal tidurku yang menurut ritme sirkadian seharusnya tubuhku telah mengalami penurunan hormon yang akan membuatnya berteriak meminta istirahat. Mungkin aku sedikit kejam pada tubuhku malam ini, melewati jadwal tidurku yang biasanya selalu sama untuk mencoba menekuri kembali kata-kata itu, ya…….seorang pahlawan cinta. Tidak, bukan seorang tapi lebih dari itu.
Siguiente Anterior Inicio

SlideShow