0

Bocah kuning

“Bocah ini kenapa sih…..!!!”
Aku berujar dalam hati dengan mata yang tetap menatap novel merah di hadapanku. Sesekali ku perhatikan bocah laki-laki yang duduk di sampingku itu dengan ekor mataku.
Aku ingin memastikan kira-kira usia berapa bocah ini?
Wajahnya tampak masih sangat polos, tubuhnya cukup kekar, dengan seragam bola berwarna kuning dan celana pendek berwarna biru muda seolah belum bisa menunjukkan jiwa mudanya tanpa disandingkan dengan sandal jepit kuning terang yang digunakannya. Yah………bocah ini sepertinya masih SMA.
Pagi ini, aku tengah berada di sebuah ruang tunggu bengkel resmi. Sejak kemarin, si biru bermasalah dan meminta haknya untuk mendapatkan perawatan. Aku satu-satunya manusia berjenis kelamin berbeda di tempat ini dari semua mahluk yang sejak tadi nongkrong dan berusaha membetah-betahkan dirinya pada pekerjaan yang palin g menyebalkan_menunggu. Mereka semua adalah laki-laki yang berusia sekitar 20 hingga 40 tahun. Hem….kenapa tidak ada satupun pengendara wanita yang menemaniku di ruangan ini, apakah beberapa diantara mereka hanya tahu menggunakan kendaraan roda dua itu dan giliran harus melakukan perawatan akan diserahkan pada anggota keluarga berjenis kelamin pria????
Sesekali mataku beralih dari TV penghilang rasa bosan yang sengaja ditempatkan di ruang tunggu itu dan novel merah di tanganku, hingga bocah kuning itu datang, duduk tepat di sebelahku dan menyita perhatianku.
Risih…..jelas, sejak tadi bocah kuning itu tidak pernah bisa berhenti menggerakkan anggota tubuhnya. Ia bergerak terus entah menggoyangkan kakinya, sesekali melempar-tangkap handphonenya, serta berdiri dan melihat para montir itu mengerjakan motornya. Bocah kuning itu seolah tidak bisa diam, dugaanku: ia sudah tidak sabar menunggu motornya dan merasa ruang tunggu ini benar-benar membosankan.
Namun, tawanya tiba-tiba saja meledak saat melihat TEAMLO beraksi di TV. Menurutku tawanya berlebihan, kursi bersambung yang ia dan aku duduki bahkan terus bergoyang mengikuti irama tawanya. Ia memegangi perutnya sambil tertawa keras seolah tempat itu bukanlah spot umum tapi dianggapnya seperti kamar pribadinya. Badannya perlahan-lahan menyusut meninggalkan kursi dan hampir terjatuh ke lantai. Aku hanya menggaruk-garuk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal melihat kelakuan ajaib bocah kuning itu. Bagiku responnya terhadap apa yang ia tonton lebih menarik perhatian ketimbang apa yang ia tonton. Bocah aneh……pikirku.

Siguiente Anterior Inicio

SlideShow