1

Unik dan Aneh *2

Siang itu Mall Panakukang cukup dipadati oleh manusia-manusia yang katanya ingin mencari hiburan. Tapi alasan I ke Mall siang itu, tidak seperti alasan mereka. I berada ditengah-tengah pakaian serba indah namun indah harganya pula, berada diantara aroma roti yang menggugah selera dan mengempeskan dompet kalo nafsunya diturutin dan diantara pasangan muda-mudi yang sedang kasmaran karena harus menemani Dee belanja. Besok pagi sepupunya itu akan ke Bali, jadi katanya harus belanja dulu, nanti di Bali belanja lagi (ya ampun........!!!).


Setelah seharian berkeliling dan memasuki banyak toko, kini mereka sedang duduk didekat salah satu tempat playfun untuk menemani adik Dee yang baru tiba di Mall itu setengah jam yang lalu. Berbeda dengan mereka yang masih terlihat segar bugar untuk jalan-jalan, kaki I mulai kesemutan gara-gara berdiri kelamaan di salah satu toko hanya untuk mencari satu sendal. Ya……semoga saja I nggak farises. Sementara ketawa-ketiwi melihat tingkah laku adiknya Dee yang bisa dibilang lagi cari perhatian, matanya tertuju pada seorang cowok.


“Dee, coba kamu lihat cowok yang pake sweater abu-abu diarah jam 12.” Dee mencari seorang cowok sambil mencocokkan dengan jam tangan yang dia gunakan (capek deh!!!!).


“Kenapa dengan cowok itu?”


“Tinggal dipakein wig ama lipglos, dia udah bisa bikin jantung cowok kebat-kebit soalnya dia cantik banget.”


“Hehehehe…………….”


Waduh! Cowok itu berjalan menuju kearah mereka dan kini tepat berada dibelakang I. I pura-pura mengecek sms untuk mencari kesibukan, karena kelamaan membaca sms yang sudah basi, ia mencoba memberanikan diri memutar kepala 90 derajat dan memastikan bahwa cowok itu sudah nggak ada dibelakangnya. Hufh........akhirnya cowok itu pergi juga hampir aja I kena damprat kalau ketahuan lagi ketawain dia.


“Kak temenin ke ATM yuk” rengek Dee saat keadaan sudah aman.


Sementara berjalan menuju ATM, Dee tiba-tiba mengatakan kalau mereka berpapasan dengan cowok cantik itu lagi. Ya.....otomatis I mencari sosok cowok cantik itu yang ternyata kini berjalan tepat disampingnya. Secepatnya I berpaling dari cowok itu dan berlalu melesat bagaikan angin puting beliung. Karena hari sudah sore Dee pamit pulang duluan, tapi I tidak ikut pulang bersama Dee karena masih pengen jalan-jalan dulu.

***

”Hei!”


Wajah I merengut melihat sosok yang menyapanya.


”Muka kamu kok kayak gitu?.”


”Ada apa?”


Cuma senyum.


”Ada apa?”


“Kok ada apa! Mestinya kamu seneng dong aku sapa.”


“Ngapain juga aku mesti seneng.”


”Dari tadi kamu merhatiin aku kan. Kagum ya!”


Tersenyum dan sama sekali tidak ramah, ”Ya....ampun, tolong deh nggak pake narsis.”


”Kamu nggak usah pura-pura, emangnya kamu pikir tadi aku nggak ngeliat kalo kamu ketawa-ketiwi sama temen kamu waktu ngeliat aku.”


”Halo.....emangnya ketawa-ketiwi itu dah pertanda kagum ya!”


”Yup!”


”Gini ya....aku nggak suka ada orang yang kegeeran. Asal kamu tau aja, tadi itu bukan teman aku tapi sepupuku dan tadi itu juga bukan pertanda kagum sama kamu, kami ketawa karena heran aja ada cowok yang bukannya ganteng tapi kok cantik ya!”


Diam.


”Kenapa? Kok diam nggak bisa narsis lagi ya!”


Senyum, manis banget (ih apaan sih).


”Maaf deh kalo gitu, aku pikir kamu kagum sama aku.”


Sambil menghela napas, ”Aku juga minta maaf dah bilangin kamu cocan(cowok cantik)”. I pun segera beranjak dari tempat itu.


”Eh tunggu dulu dong kok main nyelonong aja! Aku dah habisin waktu aku beberapa menit untuk kamu, masa’ aku nggak dapat apa-apa, minimal kenalan.”


”Maaf ya! Aku nggak punya waktu untuk ngeladenin mahluk asing kayak kamu.”


”Namaku Dika, kamu?”


”I, udah ya....aku harus buru-buru ke kampus.”


”Singkat amat.”


”Masalah ya buat kamu?”


”Ya....nggak juga sih. Kita bisa temenan kan!”


”Maaf, tadi kan aku dah bilang aku nggak suka bicara sama orang asing.”


”Kita kan dah kenalan, masa’ masih dianggap asing.”


”Heh, aku tahu wujud dan mukanya Alien itu kayak apa, tapi masih disebut mahluk asing kan! Jadi kamu masih tetap orang asing, aku pergi dulu.” Dika menarik tangan I.


I melihat tangan yang bisa dibilang cukup putih untuk ukuran cowok itu udah menyentuhnya tanpa permisi. ”Eh......eh.....lepasin nggak! Ngapain kamu pake narik-narik tangan aku, kamu berniat jahat ya!”


“Nggak, setidaknya aku boleh tahu dong kamu kuliah dimana?”


“Fakultas Psikologi salah satu perguruan tinggi negeri, puas!”


“Kamu emang mahluk Tuhan yang paling unik ya!”


”Kamu mahluk Tuhan yang paling aneh,” ucap I sambil berlalu pergi.

***

0

Unik dan Aneh *1

Lima tahun yang lalu saat aku masih duduk di bangku kelas 3 SMP, dari sudut mataku, wajahnya tertangkap. Parasnya cukup tampan, tapi sempat tidak membuatku tertarik. Sampai akhirnya mimpi itu datang, mimpi yang berhasil membuat jantungku berdebar dengan kencang dan membuatku terpaku lama diatas bantal mencoba menganalisis apa yang terjadi. Belakangan aku tahu kalau cowok itu sedang berlatih untuk sebuah acara. Setiap waktu berlalu dengan setiap usaha untuk bisa bertemu dengannya tapi lebih memilih memperhatikannya dari jauh.
Oh......Tuhan aku jatuh cinta.


Gadis sederhana yang apa adanya, tidak cantik, tidak putih, tidak juga lembut bahkan cenderung tomboy, walaupun kadang ada yang bilang ia manis itulah I. Aneh ya hanya I, tapi buatnya nama itu sangat berarti, walaupun tidak tahu apa yang tengah ada di benak kedua orang tuanya sampai tega menamainya hanya dengan satu huruf dari 26 jenis huruf alphabet. Tapi ada satu hal yang ia temui dan membuatnya selalu bahagia, dimana ketika orang lain menyebut namanya, maka akan selalu ada senyum yang terlukis di wajah mereka. Walaupun mungkin mereka tidak sepenuhnya ingin tersenyum, namun setidaknya I membantu meregangkan otot disekitar mulut mereka untuk sedikit bergerak kesamping, yang mungkin telah bosan manyun terus hehehe........katanya hidup itu harus dinikmati.

***

Pagi yang penuh dengan keajaiban, burung-burung bernyanyi diluar sana. Udara segar berhembus menghilangkan embun yang berada di setiap dedaunan. Kedengarannya puitis banget ya tapi eh....emang itu kenyataannya perhatiin aja diluar kamar kamu di pagi hari pasti kayak gitu. Namun lagi dan lagi, I tidak menikmati udara pagi itu. Sekarang dia tengah berada di bawah selimut dengan gaya yang mencoba menguasai seluruh ranjang. Hanya berguling-guling di atas tempat tidur dan terus memeluk bantal guling kesayangannya dibalik derasnya hujan.

I meraih handphone dan melihat dilayarnya tertera 09. 10 am. Dengan dahi yang mengerut dan pandangan yang masih belum jelas, ia beralih pada jam beker perak mungil diatas meja belajarnya yang ternyata menunjukkan pukul 08.10 am. “Ooowww...........aku salah jam lagi” ucapnya sambil menepuk dahi yang terlihat sedikit lebih mengkilat karena minyak yang diproduksi berlebihan pada wajahnya. Saat akan menikmati tidurnya kembali, bunyi perut yang menyuarakan hak kebebasan menikmati makanan mengalun dan membuat I mengangkat seluruh tubuhnya untuk beranjak ke dapur. Mie instan dan telur menjadi santapannya di pagi, eh...... menjelang siang itu.

Drrrttt.....drrrrt....drrrt.....ku akui ku sangat menginginkanmu tapi kini ku sadar ku diantara kalian.....drrrt...drrrrt.........

I berjalan lebih cepat menuju kamarnya dan mencari arah suara itu berasal. Ia menemukannya di bawah bantal guling dan kelihatannya dari tadi udah megap-megap minta diperhatikan. “Ah......Dee minta ditemani lagi nih, kayaknya ini sinyal betisku bakalan bengkak hari ini” ucap I membanting dirinya diatas tempat tidur dan memicingkan matanya kembali membaca kata-kata disms itu seperti kapten bajak laut bermata satu. Hujan diluar sana terus menerus menerjang bumi. Lagi-lagi global warming, I jadi ingat slogan yang dilihatnya di salah satu Universitas negeri di Makassar “Global Warning for Global Warming”.

“Lagi musim hujan begini mau jalan-jalan, enakan juga tidur” ucapnya dalam hati. Kata-kata itu seolah menjadi ucapan pemisah sementara dari alam sadar karena kini I telah kembali bercengkrama dengan alam mimpinya. Namun beberapa jam berlalu setelah ia yakin sudah mengembara jauh di alam mimpi, semuanya hilang dirusak oleh bunyi krriiiiiiiingg.........yang bergema diseluruh penjuru kamarnya. Ah....jam mungil perak itu sudah menunjukkan pukul 04.30 pm. I beranjak dengan langkah gontai menuju kamar mandi untuk membasahi tubuhnya dan bersiap-siap menuju Mall.

I berjalan mengambil rok hitam kesayangannya dan baju putih dengan bahan yang cukup hangat. Semua peralatan mulai dari headset, dompet dan buku yang ia namai buku penulis telah siap di dalam tasnya. I melangkah keluar rumah dan mencari sendalnya di balik kegelapan maklum malam itu lampu terasnya lagi mati. Ah itu dia, I mendekati sebuah sendal biru tanpa tahu bahwa bahaya tengah mengintainya saat itu. I menggunakannya dan mahluk kecil berwarna merah dengan jumlah yang entah puluhan atau malah ratusan siap-siap membuka mulutnya, membasahi sedikit kerongkongannya dengan air liur agar lebih memudahkannya melumpuhkan mangsa, mengeluarkan taringnya yang seperti drakula dan 1....2.....3.....akh....menggigit kaki I secara bersamaan. “Huuaaaaa.......semut merah, adow,,,,.....sakit....sakit” teriak I seketika. Melihat satu ember air didekat pintu rumah, membuatnya segera mengambil tindakan pertolongan pertama yaitu dengan mengguyur kakinya yang tengah dirongrong mahluk merah. Mungkin mereka mengira tiba-tiba ada banjir bandang kali ya.......!. I menjalankan motor sambil menahan perih di atas kakinya menuju Mall.
***
0

StorI Ovel part 1: Menu itu

Jam beker hijau dengan boneka anjing melet-melet berwarna cokelat diatasnya kini menunjukkan pukul 2 siang, dengan sedikit gaya menggeliat dari selimut hijau kekuningan aku keluar seperti kupu-kupu yang baru saja terlepas dari kepompongnya. Aku tidak tidur tapi hanya berlindung dari sengatan hawa dingin dibulan itu. Ku hampiri kuping cangkir yang berisi seperdelapan kopi susu di atas meja yang menggodaku dengan kerlingan matanya dan sedikit bisikan bahwa aku harus segera menghabiskannya sebelum binatang dari antah berantah jenis apapun berhasil mendahuluiku.

Ku perbaiki letak sandal rumahku yang hampir ku gunakan dengan posisi kaki yang tidak sesuai. Aku melangkahkan kaki menuju dapur sambil memegang pinggangku. Ehm.....rupanya ada beberapa kantong lemak yang bertambah disana, pantas saja orang-orang bilang aku mulai gemuk. Ruangan itu sedikit gelap karena hujan yang mendera sejak pagi tadi. Irisan bawang merah dan bawang putih, langkah pertama sebelum membuat menu spesial untukku sendiri. Auch......pisau yang ku gunakan membuat sedikit goresan kecil diatas jari manisku yang beruntung tidak mengeluarkan darah. Saat warna merah pada rice cooker telah berganti menjadi warna hijau menandakan beras yang ku masak telah matang, aku segera menyiapkan beberapa bumbu lainnya. Aroma harum tumisan bawang merah dan bawang putih seketika memenuhi ruangan, nasi putih yang masih mengepul pun segera bermain-main diatas wajan. Aha.....kemarin aku kan beli korned kayaknya cocok dengan nasi goreng ini plus mie instan goreng satu bungkus. Hhhmmmm..................makan siangku jadi lebih spesial.

Makanan yang dibuat sendiri dengan susah payah walaupun sangat sederhana memang jauh lebih nikmat dari pada makanan yang langsung didapatkan dari diluar sana. Ku letakkan menu makan siangku di atas meja depan TV dan mengutak-atik channel untuk menemukan sebuah acara yang cukup baik menemaniku santap siang. Menu itu kini berpindah tempat dari piring keramik putih menuju organ yang berbentuk seperti buah mangga di dalam perutku. Sedikit air ku tuang di atas piring dan mengusapkan sisanya pada perutku. Ini adalah sebuah ritual dalam suku bugis setelah menikmati makanan. Aku juga tidak mengerti apa maknanya atau mungkin itu adalah ungkapan rasa syukur.....entahlah, yang ku tahu ritual itu telah dibiasakan padaku sejak kecil jadi walaupun kelihatan sepele, aku selalu melakukannya (ya....kecuali kalo aku makan diluar rumah kan nggak mungkin).

Masih ada waktu sebelum Rapat Kerja pikirku. Setelah meletakkan piring makanku di bak cuci piring, aku bergegas menuju kamar dan membuka tas cokelat yang tadi ku letakkan diatas ranjang. Sebuah buku yang tidak terlalu tebal dengan sampul berwarna kombinasi hijau cokelat kini siap menemaniku sore itu. Gaya bersandar pada dua bantal yang tertumpuk segera ku lakoni di samping jendela sambil membuka setiap lembaran novel itu dan tenggelam didalamnya.
Siguiente Anterior Inicio

SlideShow