0

Tubuhmu yang mulai menua


Wanita yang memiliki mata yang dulu terlihat begitu memesona, kini tampak merosot ke dalam kepalanya jauh setengah centimeter, dikelilingi oleh lingkaran hitam terdiam di hadapanku. Ku dekap tubuhnya yang makin mengurus. Hampir setahun aku tidak bertemu dia lagi, nenekku yang telah semakin tua dan sakit-sakitan. Ku lihat sebutir demi sebutir airmatanya mengalir dipipi saat memeluk tubuh cucunya. Ia tersenyum saat aku menceritakan perjalanan kami dan pola tingkah lucu supir mobil angkutan yang kami gunakan.

Aku menemukannya tertidur di kamarnya sendirian, aku mengambil sebuah bantal dan merebahkan tubuhku di sampingnya. Nampaknya dia tersadar saat adikku juga ikut merebahkan tubuhnya disamping nenek. Aku memperhatikan punggungnya yang mengecil, bentuk-bentuk tulangnya sangat terlihat jelas. Kerutan kulit yang seakan telah bisa terangkat dan terpisahkan dari kulit membuatku begitu ingin memeluknya. Ku sentuh tubuh nenek pelan-pelan kemudian mendekapnya dari belakang. Aku tersenyum saat dia berkata padaku “Kenapa kamu takut-takut menyentuhku, kamu kira tulangku rapuh.” Dia masih bisa bercanda di saat tubuhnya semakin melemah. Wajah yang dulu begitu kuat menerjang berbagai macam masalah, tubuh yang begitu kuat melakukan berbagai aktivitas sekarang tersungkur lemah tak berdaya.

Adikku sesekali bercanda dengan tubuh nenek yang kurus, bahwa ia akan sangat mudah mempelajari anatomi di tubuh nenek. Beberapa kali dia menyebutkan nama tulang yang tidak ku mengerti itu. Semua itu di sambut dengan tawa ringan dari nenek, terus terang aku sangat bahagia melihatnya seperti itu. Senyum itu sangat ku rindukan. Sesekali dia mengatakan berbagai kebiasaanku dan adikku yang ternyata masih diingatnya. Kesukaan kami, kebiasaan kami, ia mengingat semuanya dan aku terkagum untuk kategori ingatan seorang lansia sepertinya. Dia adalah seorang nenek yang sempurna, di tengah kekuatannya yang semakin merosot, dia tidak pernah berhenti melakukan aktivitas walaupun seringkali di larang. Dan aku tahu, karena ia bersikeras untuk terus beraktivitas di dapur, ataupun di taman belakang rumah sepupuku, yang membuatnya sampai sekarang masih terlihat kuat dan tidak serapuh lansia lain. Ia masih bisa bekerja walaupun dengan intensitas yang sedikit tapi setidaknya dengan itu semua dia tidak harus menghabiskan sisa hidupnya di atas kursi roda karena fungsi organ yang mulai menurun.

Sejak dulu nenek adalah seorang wanita yang sangat kuat, dia mendampingi kakek sampai kakek harus meninggal dalam usai muda. Dia menyekolahkan dan merawat anak-anaknya sendiri tanpa berniat untuk mencari pengganti kakek. Dan saat anak-anaknya harus bekerja di kota dan memiliki kendala untuk membawa anak-anaknya, nenekpun dengan ikhlas merawat cucu-cucunya. Aku, adikku, dan dua sepupuku menghabiskan hampir 5 tahun hidup bersama nenek di kampung. Dengan tubuhnya yang mulai menua dia masih sempat menyiapkan kami air dua ember besar di sumur untuk air mandi kami sebelum ke sekolah. Dia menimba air itu jauh sebelum ayam berkokok. Sepulang sekolah, nenek pasti sudah memasak untuk makan siang kami sebelum berangkat mengaji di rumah saudaranya. Menjelang petang, nenek akan mulai berteriak di jendela memanggil kami yang masih asyik bermain sampai magrib tiba. Aku terkadang heran, dari mana dia mendapatkan kekuatan suara yang besar untuk memanggil kami-cucu-cucunya. Saat malam tiba, dia akan menyalakan lampu minyak agar kami bisa belajar di bawah cahayanya. Sesekali dia akan menyantani kepala kami katanya supaya rambut kami kuat. Orang tua kami mungkin hanya bisa datang sekali seminggu menjenguk kami semua ini karena keterbatasan mereka, Ibuku adalah seorang perawat yang selalu jaga malam sedangkan Bapak saat itu masih sering ke luar kota untuk berdagang.

Aku selalu bersyukur dengan kondisi masa kecilku, yang walaupun dengan semua kesederhanaan, di sana aku justru belajar hidup bersahaja, belajar menikmati setiap moment kecil dalam hidup, belajar menikmati hidup dengan serba kekurangan sehingga tidak membuatku gelap mata saat Bapak mencapai kesuksesannya dan membuat kami sekeluarga hidup dengan serba kecukupan. Pelajaran di awal hidupku justru menjadi pelajaran yang sangat berharga, bahkan andai bisa aku ingin kembali pada masa itu, masa saat kami bisa tertawa riang di sawah belakang rumah, bermain di sungai, panen kacang tanah, makan keladi di pinggir sawah sambil menjaga burung pemakan padi, menangkap capung, bermain mobil-mobilan dari kulit jeruk dan kenangan masa kecil lain yang luar biasa menyenangkan. Pelajaran hidup yang diajarkan oleh seorang wanita yang kini telah menua.

Aku mendekapnya kembali, dan memijit beberapa tulangnya yang katanya sakit. Andai aku bisa aku ingin terus mendekapnya dan meluapkan semua kerinduanku padanya. Dia seorang wanita luar biasa, dan aku bangga telah memilikinya sebagai nenekku, aku bangga pernah di asuh olehnya, dan aku bangga dia masih bisa tersenyum padaku saat aku mendekapnya erat. Namun kebersamaan ini hanya belangsung dua hari, aku harus kembali ke Makassar, kembali ke rutinitasku. Aku berharap lebaran tahun depan aku masih bisa melihatnya tersenyum padaku, aku harap lebaran tahun depan aku masih bisa tertawa bersamanya, aku harap lebaran tahun depan aku masih bisa memijitnya, dan aku harap tahun depan aku masih bisa mendekapnya. Aku mencintaimu nenek.

Love to Hj. Haderah Aras.

0 komentar:

Posting Komentar

koment yach!!!

Siguiente Anterior Inicio

SlideShow