2

Bangunan Kotak Penuh Kenangan_Review buku "Curhat Setan" #2

Apa yang kau maknai tentang rumah? Sebuah titik tolak dan titik kembali. Bangunan yang bukan hanya ruang berdinding empat dengan jendela-jendela dan pintu-pintu. Rumah adalah sebuah tempat dimana segala kenangan tertanam, segala doa tercurah, segala harapan bertumbuh, dan rasa rindu harus dituntaskan di sana. Sebuah tempat dimana kau bisa menemukan dirimu sendiri kembali menjadi anak kecil yang manja, kakak yang jail, atau adik yang penuh rasa ingin tahu berlebihan. Sebuah tempat yang dihuni orang-orang yang bisa melihatmu sebagai dirimu sendiri, apa adanya.

[Fadh Djibran - “Pulang” Curhat Setan: hlmn 96. Sebuah buku
terbitan GagasMedia dan blog: http://blog.gagasmedia.net/]

Sebuah catatan yang kemudian membuatku menarik nafas panjang, kisah tentang rumah. Saat aku membacanya, sebuah replika bangunan kotak tergambar di otakku, membuatku meneteskan airmata. Sebuah bangunan kotak dengan hiasan bunga kecil di depannya.

Rumahku….

Aku ingat saat aku akhirnya pulang setelah dua tahun tidak menyambanginya. Kesibukanku mungkin, kesempatanku mungkin, alasan mengapa aku tidak pernah menyentuh kembali bangunan kotak penuh kenangan itu selama dua tahun terakhir. Rumah yang menaungiku sejak aku masih suka main tanah sampai saat aku telah mampu bepergian dan mengurusi diriku sendiri. Aku memasukinya dan seperti kembali menyelami masa saat aku benar-benar bisa tertawa lepas. Setiap sudutnya memiliki kenangan. Sofa di teras rumah yang mengisahkan semua khayalanku, lompatan pikiranku di sore atau malam hari saat aku menatap langit di atas sana. Bahkan sebuah pohon mangga di depan rumah pun bisa bertutur tentang kenangan saat malam mulai menenggelami matahari dan membuatku berdiri – rela – di gerogoti nyamuk hanya untuk berbicara dengan seseorang di balik telepon genggam tanpa di ketahui orangtuaku. Namun, Ibu tahu, ia tahu hari itu anak gadisnya telah mengalami puber. Ehm, anakku sudah kasmaran rupanya: itu kalimat yang disampaikannya pada adikku yang melapor kalau aku tengah berada di bawah pohon mangga berbicara sambil berbisik-bisik dengan seseorang. Sebuah kalimat yang membuatku tersenyum malu.

Ibu selalu saja tahu…

Aku memperhatikan dua wajah orang dewasa dengan kulit yang mulai mengerut dan dengan rambut yang mulai memutih, dua wajah orang dewasa yang dulu begitu mempesona. Mereka menatapku sambil tersenyum, suasana haru seketia menyeruak di ruangan itu. Tatapan mata mereka yang lelah melewati hari terlihat begitu bening, begitu bercahaya, sampai aku tidak ingin melepaskan tatapan mata itu. Sebuah ciuman kecil di dahiku seolah mengobati sebuah kawah kerinduan di hatiku. Rumah itu memiliki aromanya tersendiri. Aroma yang berbeda, nuansa yang berbeda, dan mungkin karena kondisi yang berbeda.

Aku memasuki kamar yang tidak berubah, masih menunjukkan ciri khasku. Membuka satu persatu barang-barang saat aku masih memakai seragam dulu. Buku-buku pelajaranku yang mulai kusam dengan bau khasnya, catatan-catatanku, papan nama yang dulu terpasang dengan kadang sedikit miring di baju seragamku, buku diari, dan kumpulan surat-surat dari keluarga dan sahabatku. Aku membacanya kembali, membaca setiap kisah yang pernah ku lalui.

Mungkin rutinitas dan kesibukan telah membuatku sejenak melupakan bangunan kotak itu, tapi aku pasti akan tetap merindukan dekapan yang biasa aku terima di sana. Tubuh Ibu yang beraroma balsem karena sudah mulai sakit-sakitan, setiap tawa kecil saat Ayah menggelitikku agar ku terbangun dari tidur di pagi itu, senda gurau bahkan keegoisan seorang kakak, pertengkaran kecil dan pelukan perdamaian antara aku dan adikku. Semua terjadi di sebuah bangunan kotak penuh makna dan kenangan, sebuah bangunan yang selalu berbisik lirih memanggilku pulang.

Mengapa aku menyukai buku ini:
Karena aku merasakan sensasi, bukan hanya badai pemikiran seperti yang diungkapkan penulisnya tapi juga badai perasaan yang menenggelamkanku di balik setiap cerita di bawah guyuran hujan sore itu.
“Sebuah buku yang selalu memintaku untuk berhenti sejenak, meminta jeda……
Memmbacanya membuatku berada dalam sebuah ruangan dimana disekelilingku terdapat kunang-kunang yang mewakili masing-masing satu hal. Beribu kunang-kunang yang mewakili masa lalu, cinta, keluarga, agama dan pikiran. Mereka berputar mengelilingiku, membuat jantungku berdebar dan sebuah atmosfir aneh menyusup diseluruh tubuhku.
Dan, aku terdiam.”



Download book soundtrack “Curhat Setan” by BFDF disini

2 komentar:

Almarhum Damai

" karena ada surga kecil di rumah kita"

salam kenal dan senang jika bisa berkawan.......

Iyanahs

SETUJU, rumah ada tempat semua kembali, tangis dan senyum semua kembali di sebuah sudut rumah kecil kita.....

thanks, salam kenal juga.....

Posting Komentar

koment yach!!!

Siguiente Anterior Inicio

SlideShow